TARAKAN - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Tarakan terus melakukan pengawasan terhadap anak-anak yang berjualan, terutama mengganggu pengguna jalan raya.

Dalam beberapa kali penertiban, didapati anak yang berjualan masih pada orang yang sama. Kepala Satpol PP Tarakan Hanip Matiksan mengatakan, menunggu adanya laporan dari masyarakat. Selain melakukan pengawasan di sejumlah jalan yang disinyalir tempat anak-anak berjualan.

“Jadi tugas Satpol PP ini kan penegak Perda. Kami menjemput dan menertibkan, setelah itu kami serahkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, untuk dilakukan pembinaan,” ujarnya, Jumat (6/1).

Sama halnya dengan orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ), orang terlantar dan orang gila. Tugas Satpol PP menertibkan dan membawa ke tempat lain, untuk dilakukan pembinaan. Misalnya untuk ODGJ dan orang gila diserahkan ke Dinas Sosial untuk dibawa ke rumah sakit. 

Sedangkan anak-anak yang berjualan, sering juga ditertibkan dan selanjutnya diserahkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk pembinaan dengan memanggil orangtuanya. Malah diketahui wali dan orangtua anak ini masih bisa bekerja.

“Orangtua atau walinya juga dipanggil untuk dilakukan pembinaan. Memang anak-anak ini dilindungi, tidak boleh dipekerjakan karena menyangkut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Anak di bawah umur tidak boleh berjualan, apalagi sampai malam. Paling nanti mereka protes masalah ekonomi, siapa yang membiayai. Padahal sekolahnya gratis. Banyak alasan klasik,” urainya.

Seharusnya para orangtua dan walinya bisa menegaskan tugas anak untuk belajar dan mendapatkan masa kecilnya. Sementara alasan para pembeli, untuk membeli jualan anak di bawah umur ini lebih karena kasihan.

“Anaknya juga itu-itu saja. Kami pernah amankan sampai 10 anak. Kalau sudah Undang-Undang sebenarnya bukan tugas kami. Kan tugas kami cuma berkaitan Perda. Tapi kalau sudah Undang-Undang Ketenagakerjaan, mungkin dari Dinas Pemberdayaan yang melanjutkan ke Polres Tarakan, berkaitan pidananya,” tegas Hanip.

Terlebih lagi orangtuanya yang memaksakan atau meminta anak untuk mencari nafkah, bisa ditindak pidana. Sedangkan untuk anak-anak tersebut tidak dipidana dan hanya dibina dan dikembalikan kepada orangtua.

Kasus ini tidak bisa dilakukan tindak pidana ringan (Tipiring), karena berkaitan Undang-Undang. Sebenarnya secara hukum bisa dipidanakan ditambah denda ratusan juta rupiah.

Meski demikian, pihaknya pun terus melakukan pembinaan agar anak yang berjualan ini tidak semakin bertambah seperti di kota besar. Bahkan sampai menjalar ke area traffic light, dikhawatirkan malah bisa mencelakai anak-anak.

“Sebenarnya kalau jualan di lampu merah juga tidak benar. Kami juga sudah sering melakukan razia, tapi setiap mendekat mereka lari duluan. Takutnya nanti malah terjadi hal yang tidak diinginkan. Lari malah tertabrak kendaraan, malah jadi masalah lagi,” ungkapnya.

Dalam diskusi yang dilakukan beberapa kali sebelumnya, ia mengatakan sudah mencoba untuk melakukan penertiban menggunakan mobil pribadi. Kendaraan Satpol PP diparkir lebih jauh, agar tidak terlihat. Setelah anak tersebut diamankan, baru pengangkutan dilakukan menggunakan kendaraan Satpol PP.

“Kalau gunakan mobil patroli ya janganlah. Mereka lari, tidak lagi lihat kendaraan yang melintas, itu bahaya. Pernah kami amankan, seminggu kembali lagi. Itu saja orangnya. Nanti kami koordinasikan lagi, karena ini kan berkaitan dengan Kota Layak Anak,” pungkasnya. (sas/uno)