TANJUNG SELOR -Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Bulungan sampai saat ini belum terlihat. Sementara, melestarikan dan menjaga MHA perlu dilakukan.

MHA sebagai bentuk pelestarian adat dan budaya serta tradisi dari komunitas adat di pedalaman Bulungan. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Bulungan, terdapat lima usulan MHA. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan terus melakukan verifikasi dan identifikasi. Untuk memberikan predikat layak atau tidak pada komunitas MHA tersebut.

Kepala DPMD Kaltara Mahmuddin mengungkapkan, MHA di Bulungan menjadi fokus dari DPMD. Pasalnya, ada komunitasnya dan belum mendapatkan pengakuan. Sehingga perlu dilakukan sejumlah tahapan, agar mendapatkan pengakuan. 

“Ada usulan-usulan dari komunitas MHA. Kami tengah melakukan proses,” ungkapnya, Kamis (3/11).

Langkah awal, pihaknya menerima proposal dari komunitas MHA. Kemudian  dilakukan verifikasi proposal yang masuk melalui form I. Setelahnya, dikumpulkan tim di kabupaten untuk membahas. Melalui serangkaian tahapan, form I kemudian diserahkan kembali kepada pengusul untuk dilengkapi.

Setelahnya itu, dilakukan peninjauan lapangan sesuai form yang diisi. Peninjauan itu terkait keberadaan, adat istiadat dan lainnya. Tingkat krusial keberadaan masyarakat adat ini, memang terkait batas wilayah. Karena ada wilayah yang di klaim sampai dua atau tiga desa.

MHA memiliki urgensi tersendiri. Komunitas Punan Batu misalnya, dari lima usulan, baru komunitas itu yang memang berproses. Wilayah yang diusulkan 18.000 hektare. Luas wilayah berada pada empat desa. Empat desa itu, ada dalam 3 kecamatan.

“Atas dasar itu, perlu pengakuan secara legal. Ini yang harus dicarikan solusinya. Apakah yang diklaim itu diakui oleh desa atau tidak. Sebagai contoh Punan Batu, di mana klaim ada 18.000 hektare wilayahnya. Desanya itu meliputi Gunung Seriang, Sajau, Jelarai dan Antutan. Desa-desa itu ada di tiga kecamatan, yakni Tanjung Palas, Tanjung Palas Timur dan Tanjung Selor,” urainya.

Kabid Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kaltara Sutarti Sri Hastuti menambahhkan, terdapat lima usulan yang masuk. Terdiri dari Komunitas Punan Batu di Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur. Komunitas Punan Tugung di Desa Punan Dulau, Kecamatan Sekatak. Komunitas adat Uma’ Kulit di Desa Long Lian, Kecamatan Peso.

Kemudian, Komunitas Ga’ai Kung Kemul di Desa Long Beluah Kecamatan Tanjung Palas Barat. Komunitas Blusu Rayo di Desa Klising, Kecamatan Sekatak

“Yang progres penyelesaian itu Komunitas Punan Batu di Sajau. Di proposal mereka sudah ada kawasannya. Kami belum memutuskan, karena masih melakukan prosesnya. Dari lima usulan, baru satu yang masuk dan berproses. Sementara empat usulan lainnya, baru mengembalikan form I,” tuturnya.

Terkait batas wilayahnya, tidak serta merta dilakukan klaim. Harus berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat desa yang ada, serta ketua adat. Sebab yang dikhawatirkan, akan ada komplain dari masyarakat desa.

“MHA itu ditentukan sesuai wilayah jelajah mereka. Apalagi ini berdasarkan penelitian dari lembaga-lembaga yang ada. Seperti YKAN (Yayasan Konservasi Alam Nusantara) dan Parakayu,” ujarnya.

Dalam prosesnya, ada tahapan sesuai standar operasional. Ada verifikasi proposal, jika dinyatakan memenuhi syarat. Maka akan diberikan usulan ke tim advokasi dan hukum. Rata -rata usulan wilayah belasan ribu hektare. Namun nantinya akan dilakukan pengecekan kembali.

Upaya ini dilakukan, agar ruang jelajah atau kehidupan mereka tidak diganggu. Mengingat, ada perusahaan-perusahaan di dalam lingkungan atau ruang jelajah komunitas tersebut. Diharapkan, komunitas ini tetap bisa hidup di wilayahnya. Pemerintah membantu untuk menjaga komunitasnya. (fai/uno)