UPAHMinimum Provinsi (UMP) Kalimantan Utara (Kaltara) untuk tahun depan, belum ada penetapan secara resmi. Dikarenakan menunggu ketetapan yang disampaikan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnaker).

Tahun-tahun sebelumnya, untuk UMP biasanya ditetapkan 40 hari sebelum akhir tahun. Saat ini memasuki akhir Oktober, namun belum ada pembahasan penetapan UMP. Pasalnya, penetapan UMP 2023 yang menjadi salah satu landasan dari data yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS). Serta regulasi lain yang mengatur soal hidup layak masyarakat.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltara Haerumuddin mengatakan, sampai dengan saat ini belum ada petunjuk dari Kemnaker mengenai batas UMP, termasuk di Kaltara.

“Tapi dimungkinkan itu akan dikeluarkan dalam waktu dekat. Karena beberapa waktu lalu, ada pertemuan oleh Pemerintah Pusat. Disepakati penentuan UMP itu berlandaskan pada data yang diberikan BPS,” terangnya, Senin (31/10).

Dari pertemuan tersebut, BPS menyanggupi data itu bakal diserahkan kepada Kemnaker pada 7 November mendatang. Selanjutnya, data tersebut yang akan dijadikan sebagai bahan acuan penetapan UMP. Penetapan UMP ini kemudian menjadi patokan oleh kabupaten dan kota di Kaltara.

“Saat ini kita masih menunggu petunjuk juknisnya. Setelah ada rambu-rambu dari Kemnaker baru kita bahas bersama-sama,” imbuhnya.

Di masing-masing kabupaten dan kota pun, belum lakukan pembahasan, baik pekerja maupun dewan pengupahan. Karena yang menjadi dasar nantinya regulasi resmi dari Pemerintah Pusat.

“Tapi biasanya buruh (pekerja) sudah siap memang. Karena sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021, mengatur dewan perburuhan akan melakukan penetapan atau perundingan paling lambat 40 hari sebelum akhir tahun,” tuturnya.

Menurut dia, tahun 2022 sempat alami kenaikan UMP. Namun jumlahnya sedikit. Saat disinggung, apakah UMP tahun ini mengalami kenaikan. Mengingat pandemi Covid-19 mulai pulih. Dia mengakui, belum diketahui persis, karena masih menunggu kebijakan Pemerintah Pusat sesuai data yang diserahkan oleh BPS.

“Karena itu biasanya diperhitungan dengan inflasi atau kenaikan sejumlah bahan pokok. Termasuk kemampuan perusahaan untuk membayar upah yang menjadi kebutuhan pekerja,” ungkapnya. (*/mts/uno)