TARAKAN -Kebijakan pemerintah untuk menghapus honorer akan mengakibatkan perubahan tugas di semua instansi, yang selama ini bergantung pada tenaga honorer.

Pemerintah daerah saat ini diminta untuk melakukan pendataan. Memastikan kemampuan keuangan daerah, jika nantinya tenaga honorer ini akan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Menanggapi hal tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kaltara Maria Ulfah mengatakan, pemerintah daerah mengangkat tenaga non Aparatur Sipil Negara (ASN) ini menjadi P3K dengan kebijakan diskresi. Namun, yang dijalankan penyelenggara wilayah atau pejabat pelaksana pelayanan publik harus melalui ketentuan.

“Tak boleh lepas dari Undang-Undang dan peraturan pemerintah yang mengatur. Sehingga, lebih teknisnya pemerintah daerah menyusun dulu. Dari sisi perencanaan, Perda (Peraturan Daerah) untuk bisa mengatur kebijakan tentang tenaga non ASN,” jelasnya, Senin (12/9).

Monitoring nantinya bisa dilakukan, setelah dilaksanakan dan apabila ada kesalahan. Selanjutnya dilakukan evaluasi. Terlebih lagi, pemerintah diharap meminta pendapat masyarakat dalam hal ini para pegawai honorer. Dengan melihat kebutuhan daerah. Terlebih melihat pegawai seperti yang dibutuhkan.

“Supaya lebih objektif nanti, ketika mereka (pemerintah daerah) memutuskan. Misalnya tenaga honorer dengan kriteria apa saja yang akan ditarik masuk dan tetap diberdayakan, dengan tim produktivitas pekerjaan. Jangan sampai pada saat peralihan, diangkat menjadi P3K ternyata daerah tak sanggup membayar,” bebernya.

Dalam hal anggaran turut diperhitungkan, guna menentukan kriteria sesuai kebutuhan. Jika pemerintah sudah memiliki ketentuan, maka bisa menjadi salah satu langkah diskriminatif. Sehingga, orang yang benar memiliki kompeten untuk bekerja yang diangkat menjadi P3K.

Permasalahan penghapusan honorer ini, sebenarnya merata di seluruh Indonesia. Bahkan sudah pernah ada kajian, terkait swakelola pegawai honorer di tingkat Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Salah satu saran perbaikan yang disampaikan Ombudsman kepada Pemerintah Pusat. Dengan meminta DPR RI merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, untuk mengakomodir tenaga honorer sebagai salah satu jenis pegawai pemerintahan.

Kepala Bidang Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Kaltara Syahruddin menambahkan, sudah melakukan kajian dan saran kepada pemerintah. Terkait tata kelola yang akan diterapkan di tahun 2023 nanti.

“Apakah mereka akan tetap seperti saat ini atau mungkin dalam waktu ini sedang dirumuskan, suatu kebijakan. Akan seperti apa konsepnya. Penghapusannya, apakah secara langsung, bertahap atau sesuai kebijakan yang akan dibuat nantinya,” ujarnya.

Sebagai lembaga yang bukan memberikan sanksi atau kebijakan. Ombudsman merupakan lembaga pemberi pengaruh. Sehingga, dalam fungsi bisa memberikan tindakan kolektif kepada pemerintah melalui saran perbaikan.

“Kami berharap ada kebijakan khusus yang menjadi rujukan pemerintah daerah. Kalau tiba-tiba sekaligus diterapkan penghapusan honorer, pelayanan publik akan terganggu dan terhambat. Semua daerah memiliki ketergantungan tinggi terhadap honorer, terutama tenaga kesehatan dan pendidikan,” pungkasnya.(sas/uno)