TANJUNG SELOR – Banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Termasuk bencana lainnya, seperti tanah longsor, angin puting beliung dan kebakaran. 

Namun dari pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltara tahun lalu terdapat 57 desa dan kelurahan yang mengalami bencana banjir. Bahkan terdapat satu desa atau kelurahan yang mengalami banjir bandang.

“Desa yang paling banyak mengalami banjir ada di Nunukan dan Malinau. Satu desa di Malinau bahkan mengalami banjir bandang,” jelas Kepala BPS Kaltara Tina Wahyufitri, Selasa (19/4). 

Adapun bencana lain yang terjadi di desa, tercatat 21 desa/kelurahan mengalami tanah longsor, satu desa/kelurahan gelombang pasang air laut. Lalu, empat desa/kelurahan mengalami angin puyuh/puting beliung/topan. Ada 13 desa/kelurahan mengalami kebakaran hutan dan lahan dan 4 desa/kelurahan kekeringan.

Belajar dari terjadinya bencana alam, terdapat 37 desa/kelurahan yang telah memiliki sistem peringatan dini bencana alam. Satu desa/kelurahan memiliki sistem peringatan dini tsunami dan 38 desa/kelurahan dilengkapi keselamatan.

“Adapun 12 desa/kelurahan memiliki rambu-rambu dan jalur evakuasi. Kemudian, 99 desa/kelurahan melakukan pembuatan perawatan atau normalisasi sungai, kanal, tanggul, dan lain-lain,” jelasnya.

Bencana banjir yang terus melanda Kecamatan Lumbis Pansiangan, Lumbis Hulu dan sekitarnya setiap tahun. Terjadi karena kerusakan alam di Pulau Kalimantan yang berada di bawah kewenangan negara Malaysia.

“Harapan kita, Sosekmalindo harus serius berbicara kondisi perbatasan, terutama di aliran Sungai Pansiangan. Karena yang di hulu sudah sangat rusak. Jadi, kita Indonesia yang selalu mendapat banjir kiriman dari negara tetangga,” ungkapnya. 

Ia mengungkapkan, wilayah hutan di daerah hulu di bawah kewenangan Pemerintah Sabah. Sudah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan. Ini berdampak tidak adanya area resapan dan rusaknya keseimbangan ekologi. (*/nnf/uno)