TARAKAN – Tuntutan terhadap tiga terdakwa kasus vaksin palsu, Rismayanti, Robi dan Hendra dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang di Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (7/2). Ketiganya dituntut berbeda. 

Rismayanti dituntut 10 bulan denda Rp 5 juta subsidair potong masa tahanan. Lalu, Robi yang menjadi makelar dituntut 8 bulan dan Hendra yang memasukkan data vaksin palsu malah dituntut 8 bulan penjara. 

Salah satu pertimbangan JPU, memberikan tuntutan lebih tinggi kepada Rismayanti dari dua terdakwa lainnya. Karena dianggap tidak kooperatif di persidangan. Rismayanti disebut berbelit-belit dalam memberikan keterangan. 

“Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mencapai kekebalan kelompok, dalam penanganan Covid-19,” terang JPU Titiek Mustikawati di persidangan. 

Dari semua pasal yang disangkakan dalam dakwaan JPU, sesuai dalam fakta persidangan. Jaksa berpendapat Rismayanti bersalah melakukan tindak pidana melakukan, menyuruh dan turut serta dengan sengaja memanipulasi informasi elektronik atau dokumen elektronik. 

Tujuannya agar seolah-olah data yang otentik. “Sebagaimana diatur dalam pasal 51 ayat 1 Undang undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) junto pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP,” sebutnya.

Sementara barang bukti dalam kasus ini, lima unit handphone, 30 lembar uang Rp 100 ribu, 177 lembar uang tunai pecahan Rp 50 ribu, 24 lembar uang pecahan Rp 50 ribu dan tiga lembar kartu vaksinasi disita untuk negara. Para terdakwa diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau melalui penasehat hokum. Dalam persidangan yang akan digelar pekan depan. 

Sementara itu, Fida Nur Udkilla Hasibuan saat dikonfirmasi mengaku keberatan atas tuntutan dari JPU. Sebab tuntutan tidak berdasarkan fakta yang terdapat dalam persidangan dan para saksi. Korban vaksin palsu mengatakan tidak mengenal Rismayanti dan hanya mengenal Robi. Kemudian dari Saksi Plt RS Bhayangkara dr Dwi mengatakan, kliennya tidak memiliki akses ke aplikasi.

Sehingga dia tidak bisa membuat vaksin palsu,orang memiliki akses ke aplikasi tersebut adalah Hendra (oknum honorer RS Bhayangkara). 

“Bahkan saksi mengatakan berdasarkan keterangan terdakwa Hendra, dia memang mencetak kartu vaksin itu. Sehingga kami mengatakan tuntutan JPU ini tidak berdasarkan kebenaran materiil. Oleh sebabnya kami akan mengajukan pledoi secara tertulis nanti pada 14 Februari,” tuturnya. (sas/uno)