Tersangka dugaan korupsi pembangunan sarana SD 052 Tarakan berinisial HR diamankan di Desa Tajau Pecah, Batu Ampar, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, sekitar pukul 19.15 Wita, Rabu (26/1).
TARAKAN–Perempuan yang sebelumnya mantan kepala SD 052 tersebut diduga menggelapkan dana sekitar Rp 850 juta yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN Tahun 2020.
Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan Adam Saimima menjelaskan, pihaknya melakukan penyelidikan dan penyidikan sejak Juni 2021. Dalam perjalanan, semua saksi sudah diperiksa dan pemanggilan terhadap HR dilakukan hingga 6 kali selama 4 bulan.
"Atas ketidakhadiran yang bersangkutan, untuk percepatan penyelidikan dalam perkara ini, kami meminta bantuan dengan mengirimkan permohonan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melacak keberadaan HR," tegasnya, Jumat (28/1).
Seusai mengajukan permohonan, keberadaan HR akhirnya dideteksi di Desa Tajau Pecah, Kecamatan Batu Ampar, Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Tim dari Kejaksaan Agung menyampaikan HR sudah diamankan di Kejaksaan Negeri Banjarmasin dan meminta tim penyidik Kejaksaan Negeri Tarakan untuk melakukan penjemputan.
"Rabu malam, kami segera menjemput. Tapi, karena transportasi udara yang kami dapat hanya pada jam 2 siang dan itu pun terbatas. Jadi, kami meminta lagi kepada tim dari Kejaksaan Agung untuk mengantar HR ke Balikpapan. Akhirnya, kami lakukan pemeriksaan di Kejaksaan Balikpapan dan memang sejak awal, HR ini belum sempat diperiksa," jelasnya.
Setelah diperiksa, HR kemudian dilakukan penahanan dan dibawa ke Tarakan, tiba di Bandara Juwata Tarakan sekira pukul 15.00 Wita, kemarin. Status HR juga sudah ditetapkan tersangka.
HR diduga menyalahgunakan wewenang untuk anggaran sarana-prasarana pembangunan sekolah Rp 2 miliar lebih. Padahal, dana pembangunan dilakukan swakelola. Namun sebagai kepala sekolah, HR meminta pihak ketiga untuk melakukan pembangunan tanpa kontrak kerja dan hanya berdasarkan kepercayaan.
"Diberikan anggaran Rp 1,3 miliar dari Rp 2,1 miliar anggaran seharusnya. Dalam perjalanan Rp1,3 miliar sedang dikerjakan, malah macet pembayarannya. Tapi, pihak ketiga tetap menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas. Jadi, HR menggelapkan dana hampir Rp 850 juta," sebutnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan di lapangan bersama ahli, lanjut Adam, dalam pelaksanaan pekerjaan juga ditemukan ada indikasi kekurangan kerugian negara yang dialami sebesar Rp 147 juta. Diduga, dari pekerjaan Rp 1,3 miliar tersebut dari hitungan volume berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) ada Rp 147 juta yang belum terealisasi. "Kami akan kerja sama dengan BPKP dan Inspektorat untuk menghitung yang ditemukan ahli, terkait kekurangan volume Rp 147 juta itu," ungkapnya.
Ditambahkan, saat pihaknya hendak melakukan klarifikasi terkait temuan ini ke HR, ternyata sudah tidak di Tarakan. Pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, ternyata HR sudah diberhentikan dengan tidak hormat dan menghilang. "Kami panggil secara patut melalui pihak sekolah maupun pihak tempat tinggal yang bersangkutan, baru kami temukan," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tarakan Cakra Nur Budi Hartanto menambahkan tidak ada barang bukti yang didapati dalam penangkapan HR. Pihaknya juga sementara masih melakukan penyelidikan terkait dugaan penggelapan yang dilakukannya.
"Dari fakta penyidikan maupun pemeriksaan awal, diakui uang tersebut sudah digunakan HR untuk keperluan pribadi. Nanti, kami fokus selain penggunaan Pasal 23 juga Pasal 8 Undang-Undang Tipikor," singkatnya. (sas/luc/k8)